planet evolution (info) ,Masih teringat cerita seorang teman saat baru kuliah semester 1, tentang sebuah kuburan di Desa X. Teman itu bercerita pengalamannya melihat hantu pocong di sekitar kuburan tersebut. Sekarang sudah semester 6, dan kebetulan ngekos di Desa X, di seberang kuburan pula, eh ternyata tetangga sekitar juga cerita topik pocong.
Saat ini pukul 00.07 WIB, dan baru saja saya pulang dari warung Burjo di seberang kuburan tersebut. Nampaknya perlu dilakukan penelitian tentang dampak dari rasa lapar terhadap kenekatan seseorang. Walhasil di sepanjang perjalanan hanya ditemani sugesti, tentang materi kajian yang dicuplik dari kitab Tahdzib Tashil Aqidah Islamiyah Syaikh Abdullah bin Abdul ‘Aziz Al Jibrin. “Takut pocong itu syirik! Takut pocong itu syirik!”, sambil berharap tidak terjadi penampakan sebelum dan setelah mie dog-dog ala burjo selesai dilahap.
Begini ceritanya. Sebagian dari rasa takut merupakan ibadah, dan oleh karenanya perlu diberikan hanya kepada Allah semata. Rincian takut terbagi menjadi empat jenis, yaitu :
- Takut kepada Allah Ta’ala. Disebut juga Khouf As Sirr (rasa takut yang tersembunyi), yaitu rasa takut yang berkaitan dengan kecintaan, pengagungan, dan penghinaan diri (menganggap diri ini rendah) di hadapan Allah Ta’ala. Ini merupakan rasa takut yang wajib, dan merupakan salah satu landasan dalam ibadah.
- Khouf Al Jalli, atau rasa takut yang terang-terangan, seperti rasa takut terhadap musuh (ketika perang), takut terhadap hewan buas yang memangsa, dan semacamnya. Ini merupakan rasa takut yang mubah, dengan syarat apabila sebabnya ada atau terjadi. Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya, yaitu Musa alaihissalam (yang artinya), “Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu” [QS. Al Qashash : 21], maknanya ialah ketakutan Musa akibat kejaran Fir’aun dan bala tentaranya di saat keluarnya beliau dari kota. Maka ini merupakan rasa takut yang mubah.
- Khouf Asy Syirki, rasa takut yang merupakan bentuk kesyirikan, yaitu takut terhadap makhluq yang berkaitan dengan pengagungan, ketundukan, dan cinta. Diantaranya ialah takut terhadap patung berhala, mayat (yang dikubur) dengan rasa pengagungan dan cinta, yaitu takut makhluq tersebut akan menimpakan musibah apabila tidak diperlakukan sebagaimana mestinya, atau takut ditimpa penyakit, kerugian harta (sebagaimana contoh pesugihan), atau takut mendapat murka makhluq tersebut, (yang seharusnya hal-hal demikian merupakan kekuasaan Allah), maka ini tergolong dalam syirik akbar. Alasannya [1] telah dipalingkannya ibadah, yaitu rasa takut dan pengagungan kepada selain Allah, dan [2] adanya keyakinan bahwa selain Allah Ta’ala dapat memberi manfaat maupun madharat. Allah Ta’ala berfirman, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” [QS. At Taubah : 18]. Ibnu ‘Athiyah Al Maliki Al Andalusi (lahir pada 481 H) menafsirkan, “Maksudnya rasa takut berupa pengagungan, ibadah, dan ket’aatan”.
- Rasa takut yang mendorong seseorang untuk meninggalkan kewajiban dan melakukan sesuatu yang haram. Ini bentuk rasa takut yang diharamkan. Seperti takut terhadap ancaman seseorang yang hendak membahayakan harta atau nyawanya, maka hal ini merupakan rasa takut terhadap ancaman, sehingga menimbulkan keraguan untuk mengerjakan sesuatu perkara yang sebenarnya mudah untuk dilakukan (dalam kondisi normal). Maka rasa takut semacam ini tidak boleh membuat seseorang meninggalkan kewajiban atau mengerjakan keharaman. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman” [QS. Ali Imran : 175]. Contoh yang sering kita jumpai dari rasa takut jenis ini ialah takut mengerjakan amar ma’ruf nahi munkar, karena takut akan dijauhi masyarakat, dicemooh, diganggu, dan sebagainya.
Kalau sudah begini, pocongnya ditaruh di mana ?
Jawabannya, si pocong bisa terletak pada poin 2, 3, atau 4.
Poin 2, yaitu dari sisi bahwa takut mubah (khouf al jalli) memiliki syarat, yaitu apabila sebabnya ada atau muncul. Maka sah-sah saja kemudian takut kepada pocong dalam arti takut pada mukanya yang seram, dengan catatan hanya saat pocong tersebut nampak saja. Adapun di saat tidak nampak, kondisi aman-aman saja, tidak jelas pula bakal keluar ataukah tidak, namun kemudian takut pada pocong dan terbayang-bayang, maka dapat menggelincirkan seseorang pada takut yang diharamkan.
Poin 3. Dari sisi apabila takut pada pocong kemudian berbuah takut ditimpa musibah, takut mendapat murkanya pocong, takut ditimpa kematian akibat pocong, yang hal-hal tersebut merupakan kekuasaan Allah, apalagi kemudian mengarah pada ketundukan dan pengagungan terhadap pocong tersebut. Maka dikhawatirkan terjadi kesyirikan dalam hal ini.
Poin 4. Dari sisi apabila takut pada pocong kemudian membuat seseorang takut melaksanakan kewajiban, seperti shalat Isya’ berjama’ah di masjid, gara-gara takut dinampaki pocong. Atau membuat seseorang mengerjakan keharaman, yaitu dengan mengenakan jimat-jimat penangkal pocong, sihir, mantra, dan sebagainya.
Maka maksud dari kalimat sugesti saya “Takut pocong itu syirik!” karena memang pocong saat itu belum nampak, tidak jelas kapan nampaknya dan tidak janjian pula dengan saya mau nampak atau tidak, sehingga apabila saya takut maka tidak termasuk kategori takut yang mubah. Pun saya tidak ingin mengagungkan pocong dengan menakuti zatnya, lebih-lebih terjatuh pada pengagungan terhadap pocong dengan misalnya tidak membicarakan pocong di dekat kuburan, bersikap hati-hati dan santun selama di kuburan (hanya gara-gara pocong, bukan karena mengamalkan adab Islami di kuburan), dan bentuk pengagungan lainnya.
0 komentar:
Post a Comment
silahkan memberikan komentar anda terhadap artikel ini